Yogyakarta, CNN Indonesia --
Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri mengakui tak tamat kuliah kala menempuh pendidikan perguruan tinggi di dua universitas besar. Meski demikian, dirinya bangga bisa bertabur gelar profesor kehormatan.
Sepenggal kisah itu Megawati ungkapkan melalui sambutannya dalam aktivitas Workshop 'Pengelolaan Biodiversitas dan Penguatan HKI untuk Masa Depan Berkelanjutan: Sinergi UGM-BRIN' di Balai Senat UGM, Sleman, DIY, Rabu (1/10).
Megawati sendiri datang pada aktivitas itu selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sambutannya itu, Megawati berkelakar soal alasannya tak berkuliah di UGM, sekalipun dia lahir di Yogyakarta dan ayahnya, Presiden pertama RI, Soekarno-lah nan meresmikan gedung pusat kampus tersebut.
"Saya lahir di Jogja ngapain kuliah lagi di Jogja, kelak saya kuper," candanya.
Dengan argumen itu, Megawati memilih untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad). Meskipun ujung-ujungnya juga tidak sampai tamat dan kembali berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
"Tidak lulus. Kenapa, lantaran politik. Oh iya lantaran politik. Terus saya masuk ke psikologi. Karena banyak nan bilang, terutama ada mungkin tahu, dulu profesornya Fuad Hassan. Bilang sama saya, Anda enggak tahu Mega jika Anda itu pintar. Saya enggak tahu," kata dia.
"Terus Anda punya suatu perihal belum tentu setiap orang punya, nan namanya photographic memori. Makanya jika saya begini ni anak-anak saya hapal saya pura-pura," lanjut Megawati.
Bagaimanapun, Megawati juga mengungkapkan kebanggaan bakal dirinya nan dianugerahi sejumlah gelar guru besar kehormatan. Dia pun memamerkannya ketika masa awal ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Sang ketua umum PDIP tersebut kala itu dengan sengaja mengenalkan dirinya komplit dengan gelar-gelar guru besar kehormatan nan dimilikinya di depan para peneliti BRIN.
"Kayak orang-orang researcher, orang-orang pinter-pinter itu tidak menganggap saya bodoh, jadi saya kenalkan nama saya, gitu keren deh, sama gelar-gelar nan saktumpuk ini, gitu lho," kata Megawati.
"Saya sendiri nan heran, ngopo kok akeh men (kenapa kok banyak sekali), tapi enggak ada pemalsuan lho ini," sambungnya disambut riuh peserta acara.
Pada momen ini, Megawati juga memberikan paparan mengenai riset dan inovasi, wawasan kebangsaan, emansipasi wanita hingga pengalaman delegasi di luar negeri.
Salah satu pengalaman delegasi Megawati adalah sewaktu dirinya menjadi pembicara pertama pada Dialog Peradaban Global nan digelar di Wisma Tamu Negara Diaoyutai, Beijing, di hadapan perwakilan 144 negara, Juli tahun ini.
"Waktu saya bilang di Beijing itu pidato saya ditepuk (tangan) ketika saya bilang Indonesia tetap konsekuen di dalam menolong nan namanya Palestina untuk menjadi sebuah negara nan merdeka dan berdaulat," katanya.
Kritik RI dijajah Belanda 3,5 abad
Dalam kesempatan nan sama, Mega juga mengaku tidak terima Indonesia selalu disebut dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad lamanya. Ia sempat menyoroti sejumlah catatan sejarah dan info nan baginya ganjil sehingga kudu ada pembuktian.
"Saya merasa tidak terima ketika selalu dibilang Indonesia ini jajahnya 3,5 (abad). Mudah-mudahan ada sudah nan menulis katanya. Saya bilang ke ahli-ahli sejarah bahwa kudu betul ada bukti," kata Megawati.
Lanjut Megawati, dari catatan sejarah nan dia himpun, Belanda saat pertama kali masuk ke nusantara bukan mengusung misi politik menguasai wilayah.
"Itu hitungannya memotongnya semestinya dulu Belanda masuk sini itu bukan sebagai pemerintahan lho tapi sebagai pedagang," katanya.
Megawati membujuk agar generasi muda memahami wawasan geopolitik agar kian mencintai Indonesia secara utuh, tapi juga kritis dengan sejarah nan sudah tertulis. Pandangan kritis Megawati lainnya adalah soal jumlah 17 ribu di Indonesia sebagaimana menjadi info pemerintah. Megawati menyangsikan perihal tersebut.
"Katanya selalu pulau-pulau kita itu (jumlahnya) 17 ribu, tapi kok saya nggak percaya. Saya kepingin itu diulang (dihitung ulang). Tolong saya, upayakan," ucapnya.
Dugaan Megawati, jumlah pulau Indonesia lebih dari itu, mempertimbangkan perubahan iklim, geografis, termasuk kejadian pemanasan global.
Perhitungan ulang diperlukan lantaran dia cemas terdapat pulau-pulau mini lain nan terlewat pendataan lantaran mungkin telah tertutup air akibat naiknya permukaan laut akibat pemanasan global.
Dia bilang, merujuk patokan internasional, tenggelamnya pulau bisa berakibat pada perubahan pemisah wilayah negara.
Akan tetapi, Deklarasi Djuanda menetapkan bahwa seluruh perairan di sekitar, di antara, dan nan menghubungkan pulau-pulau Indonesia adalah bagian dari wilayah kedaulatan NKRI, bukan lagi laut bebas alias terpisah oleh air.
"Deklarasi Djuanda telah mengatakan jika pulau kita tertutup air itu tidak hilang, tetap ada," kata Megawati.
"Nantinya tidak ada pulau nan dinyatakan sebagai tenggelam meskipun tertutup (air). Karena apa, secara politically, jika sudah lenyap maka garis pemisah (wilayah) itu bisa maju alias bisa terus mundur," pungkasnya.
(kum/dal)
[Gambas:Video CNN]