Jakarta, CNN Indonesia --
Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) nan tak kunjung melakukan eksekusi terhadap terpidana kasus pencemaran nama baik dan tuduhan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Silfester Matutina menjadi sorotan.
Hingga kini, terhitung sudah enam tahun sejak vonis terakhir terhadap komisaris BUMN ID FOOD itu di Mahkamah Agung (MA) pada Mei 2019. MA di tingkat kasasi kala itu memperberat vonis Silfester yang merupakan relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu dari semula 1 tahun menjadi 1,5 tahun.
Meski demikian, hingga sekarang putusan tersebut belum dieksekusi. Alih-alih melakukan eksekusi, lembaga Kejagung justru saling lempar tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengaku sudah memerintahkan jajarannya segera mengeksekusi Silfester Matutina. Dia menyebut pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan terus melakukan pencarian nan bersangkutan.
"Sudah, kami sudah minta (Kejari Jaksel) sebenarnya dan kita sedang dicari," kata Burhanuddin kepada wartawan usai peringatan HUT Kejaksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (2/9).
Minta tolong ke pengacara terpidana
Di sisi lain, Kejagung justru meminta tolong agar kuasa norma Silfester segera menyerahkan kliennya. Hal itu disampaikan Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatn merespons pernyataan pengacara Silfester nan menyebut kliennya ada di Jakarta dan tak ke mana-mana.
Anang menyebut sebagai orang nan bekerja di bisa penegakan hukum, pengacara Silfester semestinya bisa membantu menghadirkan kliennya.
"Tapi sebagai penegak norma nan baik, ya sesama kita menegakkan nan baik, tolonglah jika bisa bantulah dihadirkan, katanya kan ada di Jakarta, ya bantulah penegak hukum, bawalah ke kita," ucap Anang.
Menurut Anang, Kejari Jakarta Selatan tetap terus mencari keberadaan Silfester untuk proses eksekusi.
"Yang jelas jaksa penyelenggara sudah berupaya mencari nan diduga ada nan berkepentingan itu. Informasi dari jaksa eksekutornya di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu," tutur dia.
Silfester terseret kasus norma usai dilaporkan oleh putra Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK), Solihin Kalla, pada 2017. Laporan tersebut berasal dari orasi Silfester nan terekam dalam sebuah video dan tersebar di media sosial.
Dalam orasinya, Silfester menuding JK menggunakan rumor SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta 2017. Atas ucapannya itu, dia dilaporkan dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan tuduhan melalui media, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27 dan 28 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang ITE.
Pada 30 Juli 2018, PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada Silfester. Putusan itu kemudian dikuatkan di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Namun, Mahkamah Agung (MA) memperberat vonis menjadi 1,5 tahun penjara di tingkat kasasi pada 20 Mei 2019.
(thr/dal)
[Gambas:Video CNN]