Vonis Ringan TNI di Kasus Hukum, Koalisi Desak Ubah Peradilan Militer

Sedang Trending 5 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah organisasi nan tergabung dalam Koalisi Sipil untuk Reformasi Keamanan mendorong adanya revisi peradilan militer buntut banyaknya vonis ringan kepada tentara alias prajurit TNI di kasus penganiayaan hingga berujung kematian.

Vonis ringan terjadi pada kasus penembakan nan menewaskan bos persewaan di Jakarta serta penganiayaan terhadap siswa SMP di Medan hingga korban tewas. Kasusnya diadili baik di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) maupun peradilan militer.

Direktur YLBHI Muhammad Isnur nan tergabung dalam koalisi menyebut rangkaian vonis ringan terhadap personil TNI dalam kasus-kasus itu menunjukkan praktik impunitas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam beberapa bulan terakhir, publik disuguhkan beragam putusan ringan bagi personil militer nan melakukan tindak pidana, menandakan bahwa supremasi norma dan agenda reformasi sektor keamanan telah mandek setelah lebih dari dua dasawarsa pascareformasi 1998," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10).

Isnur menilai pemberian vonis ringan nan berulang itu terjadi dengan pola nan sama lantaran terjadi di peradilan militer. Ia mengatakan ketika pelaku berasal dari lembaga militer, proses norma menjadi tertutup, perlakuan tidak setara terjadi, dan balasan tidak proporsional dijatuhkan.

"Hukum tampak tunduk pada seragam dan pangkat, bukan pada keadilan. Keadilan sering dikorbankan demi melindungi gambaran dan solidaritas korps (esprit de corps), nan disalahartikan sebagai loyalitas membabi buta antaranggota militer," katanya.

Karenanya, kata Isnur, Koalisi mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera merevisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Koalisi meminta seluruh tindak pidana umum nan dilakukan dan melibatkan personil TNI diadili di peradilan umum.

"Tanpa revisi UU Peradilan Militer maka Impunitas terhadap kejahatan personil TNI bakal terjadi. Sekaligus melanggengkan keberulangan perbuatan oleh personil TNI lainnya," tuturnya.

Sejumlah organisasi nan tergabung dalam koalisi antara lain, Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, hingga ICW.

Sebelumnya di kasus bos rental, MA pada 2 September mengubah balasan terhadap dua mantan prajurit TNI Angkatan Laut (AL) ialah Akbar Adli dan Bambang Apri Atmojo selaku penembak bos persewaan mobil Ilyas Abdurrahman. Keduanya lolos dari pidana penjara seumur hidup.

Dalam putusan di tingkat kasasi, Akbar dan Bambang akhirnya dihukum pidana 15 tahun penjara dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer. Keduanya juga dihukum bayar restitusi kepada family korban.

Selain itu, MA juga mengurangi balasan terdakwa Rafsin Hermawan dari semula empat tahun penjara menjadi tiga tahun. Rafsin juga dipecat dari dinas militer.

Tak berselang lama, majelis pengadil Pengadilan Militer I-02 menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Sertu Riza Pahlivi nan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan nan menyebabkan kematian pelajar SMP di Medan inisial MHS.

Selain penjara 10 bulan, Sertu Riza diwajibkan bayar restitusi kepada pemohon Lenny Damanik (ibu MHS) sebesar Rp 12,7 juta.

(dal/tfq/dal)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional