Medan, CNN Indonesia --
Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) menerima pengembalian kerugian finansial negara dari PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) dengan nilai total Rp150 miliar.
Pengembalian duit itu mengenai kasus dugaan penjualan lahan aset PT PN I yang melibatkan petinggi anak perusahaan perkebunan itu, PT Nusa Dua Propetindo (NDP), nan ditangani Kejati Sumut.
Terkait kasus itu, PT DMKR mengembalikan duit saat Kejati Sumut belum selesai menghitung perkiraan kerugian duit negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terhadap nominal kerugian finansial negara secara riil sampai saat ini tetap dalam proses perhitungan," kata Aspidsus Kejati Sumut Mochamad Jefry, Medan, Rabu (22/10).
Walaupun demikian, dia memastikan interogator bakal tetap menunggu dan menyambut setiap pihak mengenai nan mau mengembalikan dugaan kerugian negara.
"Penyidik bakal terus menunggu upaya pengembalian kerugian finansial negara, tentunya kelak bakal dikaitkan dengan besaran kerugian finansial negara nan timbul dalam perkara ini," ujarnya.
Dengan adanya upaya nyata pengembalian kerugian negara ini, tambahnya, interogator mengimbau dan mengharapkan agar para konsumen perumahan nan telah beritikad baik agar tetap tenang.
"Kami juga mengimbau masyarakat pada umumnya tidak terprovokasi sekiranya ada upaya illegal dalam penguasaan aset nan sedang berperkara tersebut," ujar Jefry.
Di tempat nan sama, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar membeberkan proses penghitungan dugaan kerugian negara dalam kasus itu.
"Dari HGU nan diusulkan menjadi HGB ada sekitar 93,8 hektare, ada tanggungjawab dari pihak-pihak mengenai untuk menyerahkan 20 persen jadi sekitar 18 hektare menjadi kewenangan negara, ini nan sedang dihitung secara riil seberapa besar nilai jika tanggungjawab itu dikonversi menjadi tanggungjawab uang," katanya.
Dia memastikan jaksa interogator nan bekerja tak hanya memburu proses pidana terduga pelaku, tetapi juga berupaya memulihkan kerugian finansial negara.
"Jaksa berupaya tidak semata-mata menghukum para pelaku tetapi juga berupaya untuk memulihkan kerugian finansial negara," kata Harli.
Plh Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Husairi menambahkan duit Rp150 miliar dari PT DMKR tersebut disita interogator untuk kemudian dititipkan pada Bank Mandiri Cabang Medan.
"Pengembalian kerugian finansial negara ini merupakan perihal nan positif sehingga secara tidak langsung telah membantu tim interogator dalam upaya pengembalian dan pengamanan kerugian finansial negara,"ujar Husairi.
Dalam kasus ini interogator telah menetapkan tiga tersangka ialah IS selaku Direktur PT NDP, ASK selaku Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut Tahun 2022-2024, dan ARL selaku Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang Tahun 2023-2025.
Ketiga tersangka diduga terlibat dalam penjualan aset PTPN I seluas 8.077 hektare ke PT Ciputra Land untuk pembangunan perumahan mewah Citra Land.
Para tersangka diduga mengalihkan aset PTPN I melalui kerja sama antara PT NDP dan PT Ciputra Land dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO).
Ada tiga letak lahan dengan total seluas 8.077 hektare. Delapan ribuan hektare itu terdiri atas 2.514 hektare pengembangan residensial dan 5.563 hektare area upaya dan industri hijau.
Namun ASK dan ARL memberikan persetujuan publikasi sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT NDP, tanpa memenuhi tanggungjawab nan diatur dalam kerja sama. Padahal sesuai ketentuan, PT NDP wajib menyerahkan minimal 20 persen dari lahan HGU (Hak Guna Usaha) nan diubah menjadi HGB kepada negara sebagai kompensasi revisi tata ruang.
Hingga buletin ini ditulis, CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari PTPN 1 hingga PT DMKR nan bekerja sama dengan Ciputra Land mengenai kasus nan tengah diusut Kejati Sumut tersebut.
Mengutip dari laman resminya, PTPN I adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nan bergerak di sektor perkebunan. PTPNI mempunyai delapan instansi regional di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.
PT NDP merupakan perusahaan nan melakukan kerja sama operasional PTPN 1 dengan PT Ciputra Land. Lahan HGU nan diubah menjadi HGB itu kemudian dibangun perumahan mewah Citraland oleh PT DMKR (Deli Megapolitan Kawasan Residensial).
Lahan tersebut justru dikembangkan dan dijua PT DMKR menjadi perumahan mewah Citraland meski statusnya tetap mengenai dengan aset negara. Tindakan tersebut mengakibatkan hilangnya aset negara sebesar 20 % dari seluruh luas HGU nan diubah menjadi HGB lantaran Revisi Tata Ruang.
(fnr/kid)
[Gambas:Video CNN]