Surabaya, CNN Indonesia --
Di kembali dentuman bass atau megasubwoofer yang menggetarkan dan gegap gempita musik parade karnaval desa nan menggelegar namalain sound horeg, ada satu nama nan mencuri perhatian, Memed Potensio alias nan lebih terkenal dijuluki sebagai 'Thomas Alva EdiSound'.
Sosok berjulukan original Ahmad Abdul Aziz ini mendadak viral di media sosial. Bukan hanya lantaran tampangnya nan unik dengan mata 'ngantuk', tapi juga gayanya nan sangar saat bekerja menjadi teknisi sound horeg.
Sound horeg merupakan sistem audio alias sound system dengan volume nan condong keras hingga menimbulkan getaran. Perangkat pemutar musik disertai pengeras bunyi rakitan ini biasanya muncul dalam pesta rakyat, pawai warga, dan sejumlah aktivitas lainnya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak masyarakat di beberapa wilayah Jawa Timur sedang menggandrungi sound horeg. Namun, tak sedikit pula nan merasa terganggu dengan kebisingan dan gangguan nan ditimbulkan.
Memed alias EdiSound pun berbagi cerita dengan CNNIndonesia.com mengenai kiprah dan pendapatnya saat sound horeg jadi polemik.
Sejak remaja
Memed lahir di Blitar, Jawa Timur, pada 1996 silam. Umurnya 29 tahun, tapi pengalamannya di industri sound system dan sound horeg tak bisa dianggap enteng. Memed bukan anak kemarin sore.
Hal itu dimulainya medio 2007, ayahnya bekerja di persewaan sound hajatan. Saat itu, Memed remaja rutin ikut membantu meski tetap berseragam SMP.
"Pertama berkecimpung di bumi sound, jika enggak salah 2007, itu saya tetap sekolah dan ini nyambi, bahasa Jawa-nya. Kan ayah saya kerja di sound acara gitu. Jadi saya jika ada waktu libur sekolah alias pulang sekolah gitu nyusul ayah," kata Memed saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (31/7).
Sejak saat itu, dia mulai belajar dari ayahnya.
Namun untuk teknik dan kemampuannya mengolah sistem bunyi itu, saya Memed, ditajamkannya secara autodidak. Ia tak belajar secara formal, melainkan dari sesama teknisi nan tak pelit ilmu,
"Kalau dulu saya autodidak. Cuma banyak teman-teman di sini itu nan baik hatilah. Dalam artian baik hati itu ketika temannya bingung, ketika temannya mau bertanya itu mereka mau menjelaskan, mereka mau belajari temannya gitu. Jadi semua autodidak, saya juga enggak sekolah elektro," ujarnya.
Memed Potensio alias nan lebih terkenal dijuluki sebagai 'Thomas Alva EdiSound'. (CNN Indonesia/Farid)
Munculnya sound horeg
Fenomena sound horeg, menurut Memed, mulai mencuat dari Malang sekitar 2013.
Pria nan mewarnai rambut ikal pendeknya mengingat kala itu truk-truk karnaval mulai dipasangi sound system besar.
Namun dulu, kata Memed, kapabilitas sound system nan dibawa truk-truk tersebut tetap terbatas. Sekitar empat sampai enam subwoofer tiap mobil.
"Kalau dulu di Malang itu jika enggak salah subwoofer-nya hanya empat, hanya enam gitu," kenang Memed.
Waktu berlalu antusias penduduk pun bertambah.
Tren sound horeg kemudian mulai menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Timur mulai 2016. Salah satunya di wilayah kelahirannya di Blitar.
"Munculnya jika enggak salah di Malang. Di Malang itu dari 2013-an. Tapi kan menularnya ke wilayah Blitar dari tahun 2016, 2017 itu," kenang Memed.
Seiring berjalannya waktu, kapabilitas sound system nan dibawa truk sound horeg tiap aktivitas kian bertambah, hingga tiap kendaraan bisa mengangkut setidaknya 15 sampai 20 subwoofer.
"Kalau sekarang kan subwoofer-nya jika di truk itu 12, kadang 15," ucap dia.
Kini, Memed menjadi salah satu teknisi di Brewog Audio Blitar, salah satu golongan sound horeg nan terkenal di Jawa Timur. Memed hidup dari satu karnaval ke karnaval lainnya.
Setelah fenomena sound horeg makin ramai apalagi menjadi polemik, keberadaan Memed pun jadi perhatian publik. Bahkan foto dirinya diolah sedemikian rupa seolah-olah dirinya adalah seorang intelektual alias penemu layaknya Thomas Alva Edison nan menemukan lampu.
Kedekatan dengan ustad dan politikus
Di tengah sorotan dan kontroversi, aktivitas sound horeg rupanya tidak lepas dari keterlibatan beragam pihak, termasuk tokoh politik dan kiai.
Memed mengungkap selama ini golongan penyedia jasa sound horeg kerap dilibatkan dalam aktivitas penduduk nan berkarakter sosial, keagamaan, maupun politik.
"Kalau penyewanya warga. Cuma kan kadang kelak dari penduduk itu mengadakan aktivitas di desa gitu ya, terus kelak orang lihat itu ditarik karcis parkir biasanya. Nanti dari parkir itu mungkin untuk dikasih pak ustad untuk pondok alias untuk santunan anak yatim," kata dia.
Menurutnya, perihal itu menunjukkan bahwa keberadaan sound horeg tidak sepenuhnya bertentangan dengan nilai-nilai nan bertindak di masyarakat.
Di sisi lain, kata dia, sound horeg juga kerap terlibat dalam aktivitas politik, terutama menjelang pemilihan kepala daerah. Memed menyebut, kelompoknya apalagi pernah disewa sejumlah calon bupati dari beragam wilayah di Jawa Timur.
"Kalau pas Pilkada kemarin banyak. nan membujuk Brewog itu dari Boyolali ada bahkan. Terus Lamongan, Lumajang, Pasuruan, banyak. Blitar juga ada, Malang. Bahkan sampai Banyuwangi juga ada kemarin," ungkapnya.
Meski begitu, dia menegaskan pihaknya tetap bersikap ahli sebagai penyedia jasa, tidak terlibat dalam urusan politik praktis. Begitu pula dalam aktivitas keagamaan, pihaknya hanya menjalankan peran teknis sesuai permintaan penduduk alias panitia.
Baca laman selanjutnya.