MENTERI Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pengelolaan utang Indonesia saat ini tetap kondusif dan hati-hati (prudent). Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah pusat hingga akhir semester I 2025 mencapai Rp 9.138,05 triliun.
Dalam aktivitas Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, ahli ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan kepada Purbaya bahwa publik cemas pemerintah tak bisa bayar utang nan semakin membengkak. “Kata siapa (uangnya gak cukup)? Kalau Anda belajar fiskal, rasio ukuran satu negara bisa bayar utang seperti apa?” kata Purbaya di Menara Bank Mega, Selasa, 28 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Purbaya, lembaga pemeringkat angsuran menilai keahlian suatu negara bayar utang berasas dua indikator, ialah rasio defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang terhadap PDB. Dia pun menyinggung Maastricht Treaty, ialah perjanjian negara personil Uni Eropa. Menurutnya, perjanjian itu mempunyai standar paling ketat, ialah defisit terhadap PDB maksimal 3 persen dan rasio utang terhadap PDB masikmal 60 persen.
Berdasarkan ukuran tersebut, kata Purbaya, Indonesia tetap tergolong aman. Sebab, defisit APBN tetap dibawah 3 persen dan rasio utang tetap di bawah 40 persen dari PDB. “Jadi dengan standar internasional nan paling ketat pun, kita tetap prudent,” ujar Purbaya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai akibat utang Indonesia terus naik dan tidak sehat. Bhima mengatakan lembaga pemeringkat utang seperti S&P menekankan bahwa rasio kembang utang pemerintah tidak boleh melampaui 15 persen dari penerimaan negara. Sedangkan info terbaru dalam RAPBN 2026, rasio kembang utang terhadap penerimaan negara mencapai 19 persen.
“Bahkan, ekonomi nan diproyeksikan tumbuh di bawah 5 persen pada 2025 disebabkan oleh utang nan tidak lagi menjadi leverage pengungkit, tapi menjadi beban,” kata Bhima kepada Tempo pada Kamis, 16 Oktober 2025.
Bhima beranggapan pemerintah kudu mengubah paradigma pembangunan menjadi berbasis pendapatan. Untuk itu, kata dia, pemerintah kudu mendorong kenaikan rasio pajak dengan memperluas pedoman pajak alih-alih mengejar wajib pajak nan sama.
 
                 8 jam yang lalu
        8 jam yang lalu
    
     
             
             
             
             
             
             
             
             English (US)  ·
                    English (US)  ·        Indonesian (ID)  ·
                    Indonesian (ID)  ·