MENTERI Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi pertumbuhan angsuran nan belum menguat meski perbankan sudah diguyur biaya Rp 200 triliun. Bank Indonesia mencatat pertumbuhan angsuran pada September 2025 sebesar 7,7 persen year on year. Angka ini naik tipis dari bulan sebelumnya, ialah 7,56 persen year on year.
“Mungkin September belum full impact dari duit itu,” kata Purbaya di instansi Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2025. Menurut Purbaya, jika pertumbuhan angsuran naik 1 poin dari 6 ke 7 persen, maka indikasinya penyaluran angsuran sudah membaik.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memprediksi akibat dari kucuran biaya Rp 200 triliun baru bakal terasa pada Oktober, November, dan Desember. Sebab, pertumbuhan angsuran pada September tetap terdampak perlambatan ekonomi dari bulan-bulan sebelumnya.
Purbaya pun memprediksi pertumbuhan angsuran bisa mencapai dua digit jika akibat penambahan likuiditas sudah optimal. “Kami bakal monitor terus dari waktu ke waktu. Kalau kurang kami bakal tambah lagi duit di sistem,” ujar dia.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan posisi pertumbuhan angsuran pada September mengindikasikan permintaan angsuran tetap belum kuat. “Permintaan angsuran belum kuat, dipengaruhi oleh sikap pelaku upaya nan tetap wait and see (menunggu), optimasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku kembang angsuran nan tetap relatif tinggi,” kata Perry dalam konvensi pers daring pada Rabu, 22 Oktober.
Perry menjelaskan permintaan angsuran nan tetap minim itu tercerminkan dari akomodasi pinjaman nan belum dicairkan alias undisbursed loan. Pada September 2025, nilai undisbursed loan mencapai Rp 2.374,8 trilun alias setara 22,54 persen dari plafon angsuran nan tersedia. Undisbursed loan ini utamanya berasal dari segmen korporasi dengan kontribusi utama dari sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, serta dengan jenis angsuran modal kerja.
Sementara itu, dari sisi penawaran, Bank Indonesia mencatat kapabilitas pembiayaan bank cukup memadai. Hal ini ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) dan DPK nan tumbuh seiring dengan ekspansi finansial pemerintah, termasuk penempatan biaya pada beberapa bank negara. Adapun rasio ALDPK tercatat sebesar 29,29 persen dan DPK tumbuh sebesar 11,18 persen year on year pada September 2025.
BI mencatat angsuran modal dan konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 3,37 persen year on year dan 7,42 persen year on year. Kemudian, pertumbuhan angsuran investasi mencapai 15,18 persen year on year. Sementara itu, angsuran UMKM dan pembiayaan syariah masing-masing tumbuh sebesar 0,23 persen dan 7,55 persen year on year.