BADAN Pengelola Investasi Danantara Indonesia mengkaji rencana merger antara maskapai Garuda Indonesia dan Pelita Air. Pelita Air merupakan anak upaya dari PT Pertamina (Persero). “Intinya kan untuk agar lebih efisien, lebih meningkatkan produktivitas, dan juga mengoptimalkan aset-aset nan ada, baik dari segi jam terbangnya dan part pesawat dan lain-lain. Lagi dievaluasi semua,” kata CEO Danantara Rosan Roeslani di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 16 September 2025. Rencana merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia diungkapkan oleh Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius. Simon menyebut merger ini bagian dari langkah Pertamina konsentrasi mengembangkan bisnisnya dalam sektor minyak, gas, dan daya terbarukan. “Kami selanjutnya bakal konsentrasi pada core bisnis Pertamina. Beberapa upaya bakal kami spin off dan mungkin di bawah koordinasi dari Danantara,” kata Simon saat Rapat Dengar Pendapat berbareng Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 11 September 2025. Adapun Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani mengatakan rencana merger ini tetap penjajakan. “Wacana konsolidasi BUMN sektor penerbangan hingga saat ini tetap berada di tahap awal penjajakan, dan mengenai perihal tersebut Perseroan tetap terus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait,” kata Wamildan dalam keterbukaan info di Bursa Efek Indonesia, Senin, 15 September 2025. Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam mengkritik rencana penggabungan upaya Garuda dan Pelita Air. Ia mengatakan Pelita Air menjadi maskapai pilihannya setelah kecewa dengan Garuda. “Soal Pelita Air nan mau digabungkan dengan Garuda, saya sangat tidak setuju. Ketika terdesak, ketika saya sudah tidak percaya lagi ke Garuda, kemarin saya naik Pelita Air, tepat waktu juga ternyata, luar biasa, bersih, pelayanan oke, makanan oke,” ujarnya dalam rapat berbareng Garuda di Senayan, Senin, 22 September 2025. Ia tidak mau manajemen Pelita Air menjadi rusak lantaran digabungkan dengan Garuda Indonesia nan dinilai amburadul. “Saya tidak mau Garuda untuk kemudian membajak Pelita Air nan sudah bagus, jadi maskapai kebanggaan kita, kemudian akhirnya rusak, gara-gara kena virus budaya kerja di Garuda Indonesia nan amburadul,” ujar Mufti.
Herry mewanti-wanti agar Pertamina selaku pemilik Pelita Air ikut memikul beban Garuda. “Ini sama saja minta Pertamina menggendong Garuda nan sedang rugi akibat beban finansial nan besar,” katanya saat dihubungi pada Rabu, 23 September 2025.
Karena itu, jika Pertamina mau melepas Pelita, sebaiknya biarkan Garuda mengakuisisi. Jangan sampai nanti, Pertamina nan saat ini tetap meraih laba, ikut terseret beban Garuda.
Menurut Herry, rencana merger ini tak menyelesaikan masalah kedua maskapai pelat merah itu. Garuda pada semester I 2025 rugi US$ 142,8 juta alias Rp 2,3 triliun (asumsi kurs Rp 16.646 per dolar AS). Jumlah tersebut ini lebih besar dari kerugian maskapai pelat merah pada periode serupa tahun lampau nan mencapai Rp 1,6 triliun.
Sementara itu, kata Herry, aset Pelita Air hanya US$ 101,5 juta alias Rp 1,6 triliun per Desember 2024. Liabilitas Pelita Air tercatat sebesar Rp 1,1 triliun, sedangkan ekuitasnya sebesar Rp 519 miliar.
Di tengah konsolidasi upaya hulu dan hilir, Herry mengatakan Pertamina jangan sampai mendapat beban baru. Soal untung rugi konsolidasi itu, tidak bakal menyelesaikan persoalan nan diderita Garuda. Aset Pelita Air juga sangat kecil,” ujarnya.
Kendari demikian, Herry menambahkan, konsolidasi upaya maskapai ini bisa mendatangkan keuntungan. Dia mengatakan Danantara bisa konsentrasi melaksanakan restrukturisasi upaya penerbangan sebagai holding BUMN. Di samping itu, bisnis penerbangan milik BUMN bisa beraksi lebih efisien terutama dari sisi operasional lantaran dapat dikelola dalam satu perusahaan.
“Garuda lebih diuntungkan, lantaran dapat suntikan aset dan kas, mengingat Pelita Air termasuk perusahaan nan memperoleh untung di tahun 2024, walaupun pada dua tahun sebelumnya tetap rugi,” katanya.
Selain untung, Herry mengatakan, penggabungan upaya ini berisiko bagi Pertamina. Herry mengatakan Pertamina bakal kehilangan aset, walaupun ke depan bakal menjadi lebih konsentrasi ke upaya migas. Di samping itu, nama Garuda Indonesia dan Pelita Air nan sudah dikenal masyarakat bakal hilang, meski ini sekadar romantisme.
“Yang penting, kelebihan layanannya nan selama ini ada di Garuda maupun Pelita tetap disediakan. Dengan begitu, konsumen-konsumennya nan ekstrem bisa tetap dilayani,” ujarnya.
Menurut Herry, pemerintah saat ini sebaiknya membikin upaya penerbangan sehat dan terkonsentrasi. Namun, penyehatan itu jangan sampai dibawa ke perusahaan nan sedang sakit. “Namun jangan bebankan persoalan Garuda ke BUMN lain seperti Pertamina,” kta dia.
Selain itu, semakin banyak BUMN nan bergerak di sektor nan sama maskapai penerbangan ini, Herry mengatakan membikin upaya BUMN tidak efisien. Sebab untuk melayani pelanggan, kudu ditangani oleh lebih dari satu perusahaan. Padahal bisa dilakukan melalui satu upaya nan bisa melayani segmen upaya beragam.
Herry mengatakan kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi Danantara agar membenahi upaya BUMN secara komprehensif. “Apalagi terlalu banyak BUMN nan tidak sehat. Jangan hanya memburu untung BUMN agar dividen besar,” kata dia.
Adapun Chief Operating Officer Danantara Dony Oskaria menghargai setiap pendapat nan diutarakan soal rencana merger Garuda dan Pelita. Menurut dia, setiap masukan itu baik untuk mempersiapkan penyempurnaan dan penyehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Saya rasa bukan enggak setuju, tentu ada banyak pendapat ya, kami menghargai setiap pendapat, baik itu dari masyarakat dan sebagainya,” kata Dony saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 24 September 2025.
Ia menjelaskan bahwa di dalam peta jalan BUMN ke depan, pemerintah tidak mau lagi ada banyak perusahaan pelat merah di dalam satu industri. Penggabungan upaya atau merger ini tidak hanya bakal dilakukan di industri penerbangan saja.
“Nanti tidak hanya di airlines, tapi kan juga kelak karya bakal di-merger juga, insurance company juga begitu, kan kita banyak punya perusahaan nan sejenis, tapi skalanya tidak besar-besar,” kata dia
Ia mengatakan nantinya maskapai-maskapai pelat merah bakal menjadi satu. Sama halnya dengan industri minyak dan gas nan bakal menjadi satu di bawah naungan PT Pertamina (Persero).
“Nanti industri airlines tentu kudu menjadi satu industri airlines. Pertamina kelak menjadi oil and gas company. Jadi, sebenarnya kan roadmap yang dibangun itu demikian, tetapi di dalam perjalanannya, tentu ada pro and contra,” ujar Dony.