Kasus ISPA di RS Bandung Melonjak

Sedang Trending 4 jam yang lalu

Bandung, CNN Indonesia --

Kasus jangkitan saluran pernapasan akut (ISPA) karena influenza di Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu Bandung menunjukkan peningkatan nan cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir.

Hal ini diungkapkan oleh dr. Reza Kurniawan Tanuwihardja, Sp.P(K)., FCCP., FISR, Dokter Spesialis Paru Konsultan Intervensi dan Gawat Nafas di rumah sakit tersebut.

Menurut dr. Reza, peningkatan kasus ISPA terjadi baik secara nasional maupun di tingkat rumah sakit rujukan. Berdasarkan info survei umum, kenaikan kasus ISPA diperkirakan mencapai 34 hingga 38 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, untuk di RS Paru Rotinsulu sendiri, peningkatan tersebut mempunyai karakter berbeda lantaran rumah sakit ini merupakan akomodasi pelayanan kesehatan rujukan tingkat tiga (PPK 3) untuk pasien BPJS.

"Memang terjadi peningkatan secara kasus jika berasas info survei, itu mencapai sekitar 34-38 persen secara general. Tapi untuk di rumah sakit paru Rotinsulu sendiri lantaran kita adalah PPK 3, pasien nan datang umumnya adalah pasien dengan kondisi kompleks, nan sudah mengalami komplikasi dari jangkitan saluran pernapasan atas," ujar dr. Reza, kepada CNN Indonesia, melalui sambungan telepon, Sabtu (18/10).

Ia menjelaskan peningkatan kasus ISPA di RS Paru Rotinsulu tidak hanya terjadi di poli reguler, tetapi juga di poli eksekutif. Pasien nan datang ke poli pelaksana umumnya datang dengan keluhan ISPA ringan, sedangkan pasien di poli reguler BPJS biasanya sudah mengalami komplikasi, seperti pneumonia alias gangguan pernapasan nan lebih berat.

"Kalau untuk ke poli pelaksana sendiri, memang lantaran ISPA-nya. Tapi untuk ke poli reguler BPJS itu lantaran komplikasinya," tambahnya.

Terkait dengan indikasi dan perawatan, dr. Reza menegaskan bahwa pasien dengan jangkitan saluran pernapasan atas nan tetap ringan biasanya cukup diberikan perawatan rawat jalan. Penyakit ISPA nan disebabkan oleh virus umumnya merupakan self-limiting disease yang dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar tujuh hingga sepuluh hari.

Namun, jika pasien menunjukkan tanda-tanda perburukan seperti sesak napas, susah makan dan minum, alias mengalami komplikasi akibat penyakit penyerta seperti asma alias penyakit paru kronis, maka diperlukan perawatan lebih lanjut di rumah sakit.

"Apabila tetap dalam kategori ringan, kami berikan pengobatan rawat jalan. Tapi andaikan terjadi komplikasi, misalnya pasien mengalami pneumonia, sesak napas, alias mempunyai penyakit penyerta nan memperburuk kondisi, maka pasien perlu dirawat inap," jelasnya.

Mengenai penyebab pasti peningkatan ISPA, dr. Reza menyampaikan bahwa pihak rumah sakit saat ini belum mempunyai info etiologi alias penyebab spesifik. Hal ini lantaran untuk mengetahui penyebab pasti, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode syndromic respiratory nan melibatkan uji swab terhadap pasien.

"Kami belum punya info penyebab nan secara pasti lantaran kudu melakukan swab. Dengan pemeriksaan itu baru bisa diketahui etiologi nan jelas," katanya.

Ketika ditanya apakah peningkatan kasus ISPA ini juga berpengaruh terhadap nomor kematian, dr. Reza menjelaskan bahwa belum ada info resmi nan mencatat adanya peningkatan kematian akibat ISPA di RS Paru Rotinsulu. Namun, dia membenarkan bahwa jumlah pasien rawat inap dengan indikasi ISPA berat dan komplikasi memang meningkat.

"Untuk nomor kematian, kami tidak punya datanya. Tapi jumlah pasien nan dirawat inap lantaran ISPA dan komplikasinya meningkat, terutama pasien dengan asma alias usia lanjut," ujarnya.

dr. Reza juga menanggapi rumor mengenai penyebaran influenza A nan belakangan dilaporkan meningkat di beberapa daerah. Ia menyebut bahwa pola penyebaran influenza A dan COVID-19 sebenarnya serupa lantaran keduanya disebabkan oleh virus dan sama-sama dapat menimbulkan pneumonia.

"Penyebarannya nyaris sama lantaran dua-duanya virus. Jadi untuk pencegahan, idealnya tetap menggunakan perangkat pelindung diri, terutama masker jenis N95, agar lebih efektif memutus rantai penularan," jelasnya.

Mengenai kebijakan pemerintah, dr. Reza mengatakan bahwa belum ada petunjuk unik dari Kementerian Kesehatan kepada RS Paru Rotinsulu mengenai peningkatan kasus influenza maupun ISPA.

Namun, Kemenkes telah memberikan pengarahan secara umum kepada sekitar 40 rumah sakit vertikal di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan, memperkuat sistem pencegahan, dan memastikan kesiapan akomodasi dalam menghadapi lonjakan pasien pernapasan.

"Instruksi langsung memang tidak ada, tapi kami diminta untuk lebih siap dan waspada, termasuk dalam penggunaan APD dan protokol penanganan pasien pernapasan," ujarnya.

Walau nomor kejadian meningkat, dr. Reza menegaskan bahwa tingkat keparahan penyakit kali ini tidak separah masa pandemi COVID-19. Menurutnya, sebagian besar kasus tetap tergolong ringan hingga sedang dan dapat ditangani dengan rawat jalan.

"Syukur alhamdulillah, walaupun terjadi peningkatan, keparahan penyakitnya tidak seperti waktu COVID-19," tuturnya.

dr. Reza memberikan imbauan kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap penularan penyakit saluran pernapasan, terutama di tempat umum.

Ia menyarankan agar masyarakat kembali membiasakan diri memakai masker, menjaga daya tahan tubuh dengan berolahraga dan mengonsumsi vitamin, serta melakukan vaksinasi influenza.

"Kalau bisa kita kembali menggunakan masker, menjaga kesehatan, minum vitamin, olahraga, dan vaksinasi influenza. Vaksin ini bisa dari Bio Farma alias dari impor, keduanya efektif melindungi dari virus influenza," pesannya.

(csr/agt)

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional